Asuhan Keperawatan Pada Bayi Gres Lahir Yang Sakit

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT
PENDAHULUAN

Bayi gres lahir atau neonatus mencakup umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh lantaran memerlukan penyesuaian fisiologik biar bayi di luar kandungan sanggup hidup sebaik-baiknya. Hal ini sanggup dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka selesai hidup neonatus. Diperkirakan 2/3 selesai hidup bayi di anak-anak satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan banyak sekali perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
1.    Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2.    Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3.    Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan materi yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4.    Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi materi racun yang tidak diharapkan badan
5.    Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6.    Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi mengikuti keadaan dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak problem pada bayi gres lahir yang bekerjasama dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun setelah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akhir yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab selesai hidup tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akhir buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, administrasi persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi gres lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan memiliki kesempatan hidup yang kecil.

Untuk bisa mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk sanggup melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A.    Pelayanan Dasar
1.    Persalinan kondusif dan bersih
2.    Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
3.    Mempertahankan pernafasan spontan
4.    ASI Ekslusif
5.    Perawatan mata
B.    Pelayanan Khusus
1.    Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
2.    Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
3.    Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi gres lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada problem ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta korelasi tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

EFEK SAKIT PADA NEONATUS

Fase neonatus ialah fase yang sangat rawan akan korelasi ibu dan bayi. Karena kegagalan korelasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melaksanakan sendiri dalam mengganti popok ialah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.

Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya korelasi saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak sanggup menciptakan impian orangtua menurun, penyakit sering menimbulkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA

Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut ialah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :

1.    Denial
Respon perawat terhadap penolakan ialah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif ialah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam sanggup diinterpretasikan salah, keefektifan membisu dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk sanggup digunakan ketika membisu sehingga komunikasi berjalan efektif.

2.    Rasa bersalah
Perasaan bersalah ialah respon biasa dan sanggup mengakibatkan kecemasan keluarga. Mereka sering menyampaikan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati verbal bersalah, dimana verbal tersebut akan menciptakan mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.

3.    Marah
Marah ialah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak murka seseorang ialah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk murka secara assertif.

HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi :
Hiperbilirubinemia ialah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang menimbulkan jaundice, warna kuning yang terlihat terperinci pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:
Hiperbilirubinemia sanggup disebabkan oleh majemuk keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini ialah hemolisis yang timbul akhir inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini sanggup pula timbul lantaran adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia ialah hipoksia/anoksia, kehilangan cairan tubuh dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh sanggup terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan ialah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini sanggup ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga sanggup menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal sanggup terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, contohnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin ialah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, contohnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan susukan empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi gampang larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya imbas patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi sanggup menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Praktis tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan gampang melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat tubuh lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi lantaran stress berat atau infeksi.
Pengkajian

1.    Riwayat keluarga dan kehamilan:
-    Orang renta atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
-    Prenatal care
-    DM pada ibu
-    Infeksi menyerupai toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
-    Penyalahgunaan obat pada orang tua
-    Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
-    Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
-    Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
-    Obat-obatan selama kehamilan menyerupai sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
-    Induksi oksitosin pada ketika persalinan
-    Penggunaan vakum ekstraksi
-    Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan

2.    Status bayi ketika kelahiran:
-    Prematuritas atau kecil masa kehamilan
-    APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
-    Trauma dengan hematoma atau injuri
-    Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
-    Hepatosplenomegali

3.    Kardiovaskuler
-    Edema general atau penurunan volume darah, menimbulkan gagal jantung pada hidro fetalis

4.    Gastrointestinal
-    Oral feeding yang jelek
-    Kehilangan berat tubuh hingga 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
-    Hepatosplenomegali

5.    Integumen
-    Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
-    Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi lantaran hemolisis RBC

6.    Neurologik
-    Hipotoni
-    Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
-    Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
-    Kejang

7.    Pulmonari
-    Apnu, sianosis, dyspnea setelah insiden kern ikterus
-    Aspiksia, efusi pulmonal

8.    Data Penunjang
-    Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk memilih resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jikalau Rh ibu negatif (test dilakukan ketika prenatal)
-    Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat hingga lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai aneh (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
-    Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
-    Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
-    Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat tubuh bayi dan umur kehamilan.
-    Direct bilirubin level, meningkat jikalau terjadi jerawat atau gangguan hemolisis Rh
-    Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
-    Hb dan HCT
-    Total protein, memilih penurunan binding site
-    Hitung leukosit, menurun hingga dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
-    Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level

Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi injuri bekerjasama dengan  produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati

Tujuan 1: Pasien mendapat terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin

Tindakan:
1.    Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2.    Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau  penurunan kadar bilirubin
3.    Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
4.    Kaji status bayi  khususnya faktor yang sanggup meningkatkan resiko kerusakan otak akhir hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
5.    Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces

Hasil yang diharapkan:
1.    Bayi gres lahir memulai feeding segera setelah lahir
2.    Bayi gres lahir mendapat paparan dari sumber cahaya

Tujuan 2:  tidak terjadi komplikasi dari fototherapi

Tindakan:
1.    Tutupi mata bayi gres lahir untuk menghindari iritasi kornea
2.    Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3.    Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
4.    Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
5.    Pada peningkatan BAB, bersihkan kawasan perienal untuk menghindari iritasi
6.    Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
7.    Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit

Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)

Tindakan:
1.    Jangan berikan asupan oral sebelum mekanisme (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
2.    Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi
3.    Bantu dokter selama mekanisme untuk mencegah infeksi
4.    Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
5.    Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama mekanisme untuk mencegah hipotermia dan stress lantaran hirau taacuh atau hipotermia
6.    Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7.    Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
8.    Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
9.    Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi menyerupai disritmia jantung.

Hasil yang diharapkan :
1.    Bayi memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi
2.    Vital sign berada pada batas normal
3.    Tidak terjadi jerawat atau perdarahan   pada kawasan terpasangnya infus

Dx.2. Perubahan proses keluarga bekerjasama dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan

Tujuan 1: Keluarga sanggup menawarkan suport emosional

Tindakan:
1.    Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2.    Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over  perlindungan pada bayi
3.    Yakinkan  keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4.    Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
5.    Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya

Hasil yang diharapkan :
Keluarga memperlihatkan pengertian terhadap terapi dan prognosa

Tujuan 2: Keluarga sanggup melaksanakan fototherapi dirumah

Tindakan:
1.    Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
2.    Instruksikan keluarga untuk:
-    Melindungi mata
-    Merubah posisi
-    Memberikan asupan cairan yang adekuat
-    Menghindari penggunaan minyak pada kulit
-    Mengukur suhu aksila
-    Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
-    Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3.    Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan

Hasil yang diharapkan:
Keluarga sanggup memperlihatkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)


HIPOTERMIA & HIPERTERMIA

HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki  dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diharapkan termometer ukuran rendah (low reading termometer) hingga 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia sanggup merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akhir hipotermia ialah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akhir hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat tubuh yang sanggup ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

Etiologi dan faktor presipitasi
-    Prematuritas
-    Asfiksia
-    Sepsis
-    Kondisi neurologik menyerupai meningitis dan perdarahan cerebral
-    Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
-    Eksposure suhu lingkungan yang dingin

Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.   

Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.    Hipotermia sedang:
-    Kaki teraba dingin
-    Kemampuan menghisap lemah
-    Tangisan lemah
-    Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b.    Hipotermia berat
-    Sama dengan hipotermia sedang
-    Pernafasan lambat tidak teratur
-    Bunyi jantung lambat
-    Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c.    Stadium lanjut hipotermia
-    Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
-    Bagian tubuh lainnya pucat
-    Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)


HIPERTERMIA
Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan bersahabat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.

Gejala hipertermia pada bayi gres lahir :
-    Suhu tubuh bayi > 37,5 C
-    Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
-    Tanda-tanda kehilangan cairan tubuh yaitu berat tubuh menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang

Pengkajian hipotermia & hipertermia
1.    Riwayat kehamilan
-    Kesulitan persalinan dengan stress berat infant
-    Penyalahgunaan obat-obatan
-    Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu

2.    Status bayi ketika lahir
-    Prematuritas
-    APGAR score yang rendah
-    Asfiksia dengan rescucitasi
-    Kelainan CNS atau kerusakan
-    Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
-    Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal

3.    Kardiovaskular
-    Bradikardi
-    Takikardi pada hipertermia

4.    Gastrointestinal
-    Asupan masakan yang buruk
-    Vomiting atau distensi abdomen
-    Kehilangan berat tubuh yang berarti

5.    Integumen
-    Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
-    Kulit kemerahan (hipertermia)
-    Edema pada muka, pundak dan lengan
-    Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
-    Perspiration (hipertermia)

6.    Neorologic
-    Tangisan yang lemah
-    Penurunan reflek dan aktivitas
-    Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan

7.    Pulmonary
-    Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
-    Retraksi dada
-    Ekspirasi grunting
-    Episode apnea atau takipnea (hipertermia)

8.    Renal
-    Oliguria

9.    Study diagnostik
-    Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap hirau taacuh atau panas
-    Analisa gas darah, untuk memilih peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
-    Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
-    Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang bekerjasama dengan kerusakan fungsi ginjal
-    Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi


Diagnosa keperawatan
Dx.1. Suhu tubuh aneh bekerjasama dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang hirau taacuh atau panas.

Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau konkret ketidakstabilan suhu tubuh

Tindakan :
1.    Kaji faktor yang bekerjasama dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi menyerupai prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, stress berat CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, stress berat lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
2.    Kaji potensial dan konkret hipotermia atau hipertermia :
-    Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
-    Monitor suhu lingkungan
-    Cegah kondisi yang mengakibatkan kehilangan panas pada bayi menyerupai baju berair atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
-    Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
-    Observasi warna kulit
-    Monitor adanya iritabilitas, tremor dan acara seizure
-    Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.

Tujuan 2. Mencegah kondisi yang sanggup mencetuskan fluktuasi suhu tubuh

Tindakan :
1.    Lindungi dinding inkubator dengan
-    Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
-    Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
-    Gunakan bantalan atau pelindung panas dalam inkubator
2.    Keringkan bayi gres lahir segera dibawah pemanas
3.    Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya setelah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4.    Pergunakan bantalan pada meja resusitasi atau pemanas
5.    Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
6.    Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7.    Sesedikit mungkin membuka inkubator
8.    Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9.    Gendong bayi dengan kulit melekat ke kulit ibu (metode kangguru)
10.    Beri topi dan bungkus dengan selimut

Tujuan 3:  Mencegah komplikasi dingin

Tindakan :
1.    Kaji tanda stress hirau taacuh pada bayi :
-    Penurunan suhu tubuh hingga < 32,2 C
-    Kelemahan dan iritabilitas
-    Feeding yang jelek dan lethargy
-    Pallor, cyanosis central atau mottling
-    Kulit teraba dingin
-    Warna kemerahan pada kulit
-    Bradikardia
-    Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
-    Penurunan acara dan reflek
-    Distesi abdomen dan vomiting

2.    Berikan treatment pada konkret atau resiko injury lantaran hirau taacuh sebagai berikut :
-    Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit
-    Pertimbangkan sumbangan plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit
-    Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
-    Monitor serum glukosa
-    Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
-    Untuk menggantikan asupan masakan dan cairan, berikan dekstrose 10% hingga temeperatur naik diatas 35 C

Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) bekerjasama dengan kondisi bayi gres lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.

Tujuan  : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua ihwal kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi

Tindakan :
1.    Beri informasi pada orangtua ihwal :
-    Penyebab fluktuasi suhu tubuh
-    Kondisi bayi
-    Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh
-    Perlunya membungkus/menyelimuti bayi ketika menggendong dan bepergian
2.    Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
3.    Informasikan kepada orangtua ihwal perawatan ketika bayi di inkubator
4.    Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum terperinci dan memperlihatkan prilaku menyerupai diajarkan


BAYI PREMATUR

Definisi :
Bayi gres lahir dengan umur kehamilan 37 ahad atau kurang ketika kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum tepat sanggup menimbulkan komplikasi pada ketika post natal. Bayi gres lahir yang memiliki berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 ahad disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang memiliki berat dibawah 2500 gram lahir prematur.

Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melaksanakan koping terhadap problem penyakit.

Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor perhiasan lain pada infant dan orangtua mencakup hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka sanggup menimbulkan gangguan pada korelasi antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.

Bayi prematur sanggup bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan selesai hidup neonatus.

Etiologi dan faktor presipitasi:
Permasalahan pada ibu ketika kehamilan :
-    Penyakit/kelainan  menyerupai hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
-    Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
-    Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
-    Penyalahgunaan konsumsi pada ibu menyerupai obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine

Pengkajian
1.    Riwayat kehamilan
-    Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
-    Kehamilan kembar
-    Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
-    Kemungkinan penyakit genetik
-    Riwayat melahirkan prematur
-    Infeksi menyerupai TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
-    Kondisi menyerupai toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
-    Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
-    Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.

2.    Status bayi gres lahir
-    Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat tubuh lahir rendah atau besar masa kehamilan
-    Berat tubuh dibawah 2500 gram
-    Kurus, lemak subkutan minimal
-    Adanya kelainan fisik yang terlihat
-    APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 memperlihatkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.

3.    Kardiovaskular
-    Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur
-    Saat kelahiran, terdengar murmur

4.    Gastrointestinal
-    Protruding abdomen
-    Keluaran mekonium setelah 12 jam
-    Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
-    Pastikan anus tanpa/dengan keanehan kongenital

5.    Integumen
-    Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
-    Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
-    Kurus
-    Edema general atau lokal
-    Kuku pendek
-    Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis


6.    Muskuloskeletal
-    Cartilago pada indera pendengaran belum sempurna
-    Tengkorak lunak
-    Keadaan rileks, inaktive atau lethargi

7.    Neurologik
-    Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
-    Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif
-    Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
-    Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu
-    Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik

8.    Pulmonary
-    Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
-    Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
-    Terdengar crakles pada auskultasi

9.    Renal
-    Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
-    Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine

10.    Reproduksi
-    Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol
-    Laki-laki : testis belum turun secara tepat ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.

11.    Data penunjang
-    X-ray pada dada dan organ lain untuk memilih adanya abnormalitas
-    Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
-    Stick glukosa untuk memilih penurunan kadar glukosa
-    Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
-    Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
-    Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan bekerjasama dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang mengakibatkan hipoksemia dan acidosis

Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru

Tindakan :
1.    Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
-    Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi aneh selama kehamilan dan persalinan
-    Kondisi bayi gres lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi
-    Respiratory rate, kedalaman, takipnea
-    Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)
-    Cyanosis, penurunan bunyi nafas
2.    Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :
-    Bradykardi
-    Lethargy, posisi dan acara sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai teladan ketika tidur atau minum ASI)
-    Distensi abdomen
-    Suhu tubuh dan mottling
-    Kebutuhan stimulasi
-    Episode dan durasi apnea
-    Penyebab apnea, menyerupai stress lantaran dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.
3.    Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
-    Berikan oksigen sesuai indikasi
-    Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik
-    Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4.    Monitor hasil investigasi analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik
5.    Berikan oabt-obat sesuai seruan dokter menyerupai theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.

Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia bekerjasama dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan

Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal

Tindakan :
1.    Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2.    Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu
3.    Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi
4.    Hindarkan meletakkan bayi bersahabat dengan sumber panas atau dingin
5.    Kaji status infant yang memperlihatkan stress dingin

Dx. 3. Defiensi nutrisi bekerjasama dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen lantaran metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.

Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi

Tindakan :
1.    Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding ketika kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2.    Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3.    Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.
4.    Timbang berat tubuh bayi setiap hari, bandingkan berat tubuh dengan intake kalori untuk memilih pemabatasan atau peningkatan intake
5.    Berikan infus dextrose 10% jikalau bayi tidak bisa minum secara oral
6.    Berikan TPN dan intralipid jikalau dibutuhkan
7.    Monitor kadar gula darah

Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan bekerjasama dengan imaturitas, radiasi lingkungan, imbas fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tindakan :
1.    Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2.    Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat tubuh dan 200 ml/kg berat tubuh jikalau dibutuhkan.
3.    Timbang berat tubuh bayi setiap hari
4.    Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk memilih status ketidakseimbangan.
5.    Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6.    Pertahankan suhu lingkungan normal
7.    Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
-    Peningkatan suhu tubuh
-    Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba hirau taacuh serta motling pada kulit.
-    Sepsis
-    Aspiksia dan hipoksia
8.    Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.

Dx. 5. Resiko tinggi jerawat bekerjasama dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan jerawat dari ibu atau tenaga medis/perawat

Tujuan : Infeksi sanggup dicegah

Tindakan :
1.    Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice
2.    Review riwayat ibu, kondisi bayi ketika lahir, dan epidemi jerawat di ruang perawatan
3.    Amati sampel darah dan drainase
4.    Lakukan investigasi CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin
5.    Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
-    Lakukan basuh tangan sebelum menyentuh bayi
-    Ikuti protokol isolasi bayi
-    Lakukan tehnik steril ketika melaksanakan mekanisme pada bayi

Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan ringkih dan imaturitas kulit

Tujuan : Mempertahankan integritas kulit

Tindakan :
1.    Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2.    Kaji tempat-tempat mekanisme invasif pada bayi
3.    Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan distributor pembersih atau plester.

Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory bekerjasama dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care

Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan

Tindakan :
1.    Kaji kemampuan bayi menawarkan respon terhadap stimulus. Observasi :
-    Deficit neurologik
-    Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
-    Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal
-    Efek obat terhadap perkembangan bayi
2.    Berikan stimulasi visual :
-    Arahkan cahaya lampu pada bayi
-    Ayunkan benda didepan mata bayi
-    Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi
3.    Berikan stimulasi auditory :
-    Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan bunyi rendah dan jelas
-    Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi ketika menawarkan perawatan
-    Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio
-    Hindari bunyi bising di sekitar bayi
4.    Berikan stimulasi tactile :
-    Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
-    Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
-    Sentuh bayi dengan benda lembut menyerupai saputangan atau kapas
-    Berikan perubahan posisi secara teratur
5.    Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6.    Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.

Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) ihwal perawatan infant yang sakit di rumah

Tujuan :
1.    Informasikan orangtua dan keluarga ihwal :
-    Proses penyakit
-    Prosedur perawatan
-    Tanda dan tanda-tanda problem respirasi
-    Perawatan lanjutan dan therapy
2.    Ajarkan orangtua dan keluarga ihwal treatment pada anak :
-    Therapy home oksigen
-    Ventilasi mekanik
-    Fisiotherapi dada
-    Therapy obat
-    Therapy cairan dan nutrisi
3.    Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya
4.    Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5.    Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.

ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran ialah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas ialah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi menyerupai pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif menyerupai menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin sanggup pulih kembali dengan impulsif dalam 10 – 30 menit setelah lahir namun bayi tetap memiliki resiko tinggi untuk cacat.

Umumnya evaluasi pada bayi gres lahir digunakan nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter evaluasi bayi gres lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar lantaran hanya menilai dua parameter yang essensial.
Derajat vitalitas bayi gres lahir berdasarkan nilai SIGTUNA ialah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati gres “fresh still birth” nilai 0.

Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi gres lahir digunakan evaluasi secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks lantaran pada ketika bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, perjuangan nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk selesai hidup dan kecacatan neurologis jangka panjang menyerupai cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.

Penanganan asfiksia pada bayi gres lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan menawarkan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami selesai hidup 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan tanda-tanda sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas

Data penunjang/Faktor bantuan :
Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor menyerupai riwayat prenatal dan intrapartal,  produksi mukus yang berlebihan, dan stress lantaran dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang jelek sanggup menimbulkan fetal distress dan hipoksia ketika masa pembiasaan bayi. Pertukaran gas juga sanggup terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akhir hirau taacuh meningkatkan kebutuhan oksigen dan sanggup menimbulkan acidosis sebagai imbas dari metabolisme anaerobik.

Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan.

Intervensi :
•    Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
•    Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.
•    Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu menyerupai Magnesium sulfat atau Demerol
•    Kaji respiratori rate
•    Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
•    Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jikalau dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
•    Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
•    Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
•    Amati intensitas tangisan
•    Catat pulse apikal
•    Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
•    Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
•    Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jikalau diindikasikan asfiksia
•    Berikan obat-obatan menyerupai Narcan melalui IV
•    Berikan terapi resusitasi

DAFTAR  PUSTAKA

Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991

Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994

Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988

file asli

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Asuhan Keperawatan Pada Bayi Gres Lahir Yang Sakit"

Post a Comment