Contoh Askep Asuhan Keperawatan Dengan Persoalan Tinea Imbrikata

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH
TINEA IMBRIKATA
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH TINEA IMBRIKATA teladan askep ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH TINEA IMBRIKATA
DI SUSUN
    OLEH KELOMPOK  4 :

    WD. HASTI KUSUMAWATI
    WD. HARIANTI
    DAHLIA TOMIA
    DARJAT MAHAPUTRA


AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN BUTON
TAHUN AKADEMIK
2011/2012

BAB I
KONSEP MEDIS

A.    Definisi
Tinea imbrikata ialah salah satu bentuk khas nanah jamur dermatofit yang disebabkan oleh jamur Trichophyton concentricum. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga mirip Eritrodemia, Pempigus foliaseus, Iktiosis yang sudah menahun.

B.    Etiologi
Infeksi dermatofita jenis Trichophyton concentricum

C.    Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
    Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati banyak sekali rintangan untuk bisa menempel pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan tanaman normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik.
    Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan gres muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
    Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan kiprah yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, nanah primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes alhasil negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melaksanakan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada ketika ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.

D.    Manifestasi klinis
Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa terang skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada penggalan tengah dari lesi tidak memperlihatkan tempat yang lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar.

E.    Pemeriksaan diagnostik
1.    Kerokan kulit dengan KOH 10%, dipanasi sebentar tidak hingga mendidih. Dapat ditemukan hifa, miselium, dan spora.
2.    Biakan skuama pada media Sabouraud, menghasilkan koloni ragi.
Gambaran klinik yang khas ini, tidak ditemukan pada penyakit lain sehingga memudahkan diagnosis pasti.

F.    Penanganan
    Pengobatan Pencegahan :
1.    Perkembangan nanah jamur diperberat oleh panas, dan basah. Jika faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat.
2.    Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3.    Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan biar menggunakan kaos dari materi katun yang menyerap keringat, jangan menggunakan materi yang terbuat dari wool atau materi sintetis.
4.    Pakaian dan handuk biar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.

    Terapi lokal :
1.    Infeksi pada tubuh dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di tempat jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya sanggup diobati dengan pengobatan topikal saja.
2.    Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat dengan kompres lembap secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
3.    Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol mirip mikonasol, ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
4.    Lesi hiperkeratosis yang tebal, mirip pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung materi keratolitik mirip asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas.  Obat-obat keratolotik sanggup mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati jikalau menggunakannya.

    Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin ialah suatu antibiotika fungisidal yang dibentuk dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh terusan pencernaan apabila diberi bantu-membantu dengan masakan yang banyak mengandung lemak, tetapi perembesan total sesudah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan. Dosis rata-rata orang cukup umur 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk belum dewasa dianjurkan 5 mg per kg berat tubuh dan lamanya pemberian ialah 10 hari. Salep ketokonasol sanggup diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.

G.    Prognosis
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit sanggup dihilangkan, umumnya penyakit ini sanggup hilang sempurna.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.    Aktifitas/istrahat : perubahan aktifitas, kelemahan, malaise, toleransi terhadap aktifitas rendah
2.    Nyeri : mengeluh ketidaknyamanan, nyeri, gatal
3.    Keamanan : takut, ansietas
4.    Integritas ego : Adanya faktor stress yang gres dialami
Tanda : Ansietas, peka rangsang, emosi tidak stabil.
5.    Pola Tidur dan Istirahat
    Kesulitan tidur pada malam hari lantaran stres.
    Mimpi buruk.
6.    Pola Persepsi Kognitif
    Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
    Pengetahuan akan penyakitnya.
7.    Pola Persepsi dan Konsep Diri
    Perasaan tidak percaya diri atau minder.
    Perasaan terisolasi.
8.    Pola Hubungan dengan Sesama
    Frekuensi interaksi berkurang
    Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9.    Pola Sistem Kepercayaan
    Perubahan dalam diri klien dalam melaksanakan ibadah
    Agama yang dianut

B.    Diagnosa keperawatan
1.    Kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2.    Nyeri dan rasa gatal bekerjasama dengan lesi kulit.
3.    Gangguan pola tidur bekerjasama dengan pruritus.
4.    Gangguan gambaran tubuh bekerjasama dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5.    Kurang pengetahuan wacana kegiatan terapi bekerjasama dengan inadekuat informasi.

C.    Intervensi keperawatan
    Kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan : Kerusakan integritas kulit sanggup teratasi
Intervensi :
1.    Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional : Maserasi pada kulit yang sehat sanggup menyebabkan pecahnya kulit dan ekspansi kelainan primer.
2.    Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional : Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.
3.    Jaga biar terhindar dari cidera termal akhir penggunaan kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi & akhir cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator).
Rasional : Penderita dermatosis sanggup mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.
4.    Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional : Banyak persoalan kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit sanggup dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.


    Nyeri dan rasa gatal bekerjasama dengan lesi kulit.
Tujuan : klien merasa nyerinya berkurang
Intervensi :
1.    Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional : Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk menawarkan kenyamanan.
2.    Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional : Deskripsi yang akurat wacana erupsi kulit diharapkan untuk diagnosis dan pengobatan.
3.    Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional : Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak sanggup memperlihatkan reaksi alergi obat.
4.    Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional : Kesejukan mengurangi gatal.
5.    Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibentuk untuk kulit yang sensitive
Rasional: Upaya ini meliputi tidak adanya detergen, zat pewarna.
6.    Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
7.    Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis : redish, gatal, lepuh, eksudat.
8.    Mengoleskan lotion dan krim kulit segera sesudah mandi.
Rasional : Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier kulit.
9.    Menjaga biar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional : Mengurangi kerusakan kulit akhir garukan
10.    Menggunakan terapi topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.


    Gangguan pola tidur bekerjasama dengan pruritus.
Tujuan : klien sanggup tidur/istirahat dengan tenang
Intervensi :
1.    Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur biar tetap mempunyai ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional : Udara yang kering menciptakan kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
2.    Menjaga biar kulit selalu lembab.
Rasional : Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak sanggup disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3.    Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim sesudah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
4.    Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional : kafein mempunyai imbas puncak 2-4 jam sesudah dikonsumsi.

    Gangguan gambaran tubuh bekerjasama dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan : Gangguan gambaran tubuh sanggup teratasi
Intervensi :
1.    Kaji adanya gangguan gambaran diri (menghindari kontak mata, ucapan merendahkan diri sendiri.
Rasional: Gangguan gambaran diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak positif bagi klien, kesan orang terhadap dirinya kuat terhadap konsep diri.
2.    Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional : Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, gambaran diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.    Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional : klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.    Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas menyebarkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional : Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak pembiasaan klien .
5.    Dukung upaya klien untuk memperbaiki gambaran diri , spt merias, merapikan.
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.    Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

    Kurang pengetahuan wacana kegiatan terapi bekerjasama dengan inadekuat informasi
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Intervensi :
1.    Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti wacana penyakitnya.
Rasional : menawarkan data dasar untuk menyebarkan rencana penyuluhan
2.    Jaga biar klien mendapat isu yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional : Klien harus mempunyai perasaan bahwa sesuatu sanggup mereka perbuat, kebanyakan klien mencicipi manfaat.
3.    Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional : memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melaksanakan terapi.
4.    Nasihati klien biar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta losion kulit.
Rasional : stratum korneum memerlukan air biar tetap fleksibel. Pengolesan krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak dan bersisik.
5.    Dorong klien untuk mendapat nutrisi yang sehat.
Rasional : penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan pada kulit menerangkan status nutrisi yang abnormal.

DAFTAR PUSTAKA

Budimulja U. Mikosis. Dalam : Djuanda, A. dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.

Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia Indonesia, Jakarta : 27 – 37.

Djuanda, A., 1994, Pengobatan Topikal Dalam Bidang Dermatologi, Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, dalam Harjono, R.M., Oswari, J., Ronardy, D.H., Santoso, K., Setio, M., Soenarno, Widianto, G., Wijaya, C. dan Winata, I. (eds), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1937.

Evaria, 2005, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, 6th vol, PT InfoMaster, Jakarta : 395 – 398.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Askep Asuhan Keperawatan Dengan Persoalan Tinea Imbrikata"

Post a Comment